Budaya
Nusantara ( Indonesia ) pelan tapi pasti
mulai sirna. Gotong royong sudah jauh dari pikiran kita. Sapa dan senyum sudah
demikian asemnya. Saling asah, asih dan asuh sudah sirna dalam kehidupan
kita. saling kunjung dan silahturahmi entah kemana perginya. Memang masih ada
yang melakukan hal-hal indah tersebut tetapi rata-rata mereka adalah
orang-orang tua. Mereka memang sulit membuang budaya dan ajaran indah tersebut
karena memang sudah mengalir dalam merah darahnya. Tetapi bagaimana dengan
generasi muda sekarang ini.
Generasi
muda sudah demikian matrialistis penuh keduniaan. Harta dan pangkat sudah
menjadi target hidup. Ketidak perdulian antar sesama dan lingkungan sudah hilang
dari pikiran mereka. Bukan hanya di kota besar, bukan hanya di provinsi tetapi
sudah meluas sampai ke desa-desa di pelosok negeri. Teknologi media telah membuat
cair dan gencarnya penyerapan nilai-nilai dari luar tersebut. Setiap hari
mereka disuguhi oleh pentingnya harta dan berharganya popularitas, mereka tidak
sanggup tetapi mereka anak muda ini memaksa untuk sanggup hidup dalam gaya dan
nilai dari luar tersebut. Cukup cepat budaya dan jati diri bangsa ini hilang
dalam sekejap mata. Bukan hal yang mudah untuk mengembalikan ke posisi dan arah
perjuangan ini.
Lambat
atau cepat. Sedikit atau banyak. Kita tetap harus bersyukur bahwa sekarang ini
sudah mulai timbul diskusi tentang pentingnya kembali kepada Pancasila.
Mudah-mudahan ini pertanda baik bagi bangsa ini. Bukannya kita akan
mengkultuskan Pancasila. Bukan juga kita akan menjadikan Pancasila sebagai agama
atau kitab suci. Pancasila bukanlah agama. Namun hanya pancasila saja yang
sesungguhnya dapat menjembatani semua perbedaan cara pandang dan pemahaman akan
fungsi suatu agama adalah untuk mengatur semua aspek kehidupan baik sosial,
budaya bahkan bernegara. Sehingga terciptanya kehidupan yang damai sentosa/ damai sejahtera, didunia menjadi seperti di surga. Pancasila adalah kristalisasi
budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Pancasila adalah nilai-nilai luhur
bangsa ini. Sebelum kedatangan agama – agama itu, pancasila sudah eksis terlebih
dahulu dalam mengatur hidup dan kehidupan sosial, budaya dan bernegara bangsa
nusantara ini dan itu terbukti dengan jayanya nusantara dibawah kekuasaan
kerajaan/ Negara Sriwijaya, Majapahit.
Kita
harus prihatin pada kondisi saat ini dimana timbulnya kegaduhan di bangsa ini yang tidak jauh – jauh dari permasalahan “ SARA “. Oleh karena itu, bagi kita yang
masih sadar tentang Pancasila harus terus bahu membahu berjuang menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan azas bangsa di bumi pertiwi ini. Bagaimana mungkin kita
menyepelekan Pancasila sementara banyak negara lain yang memuji Pancasila
sebagai nilai luhur peradaban didunia ini. Didalam Pancasila termuat pentingnya Agama,
perlunya HAM, perlunya kebebasan, keadilan, pemerataan pembangunan dan
sebagainya. Tetapi semua tetap berbasis pada asasi manusia itu sendiri, yaitu
makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri dan memenuhi kepentingan
dirinya sendiri. Manusia harus saling membantu dan hidup berdampingan dalam
damai dan sejahtera penuh keadilan. Manusia tidak boleh menjajah manusia lain. Kembali
lagi kita harus bersyukur sudah ada gerakan untuk menerapkan dan memakai
Pancasila sebagaimana seharusnya. Kita semua harus mendukung ini. Harus dengan
cara sosial kemanusiaan. Yakinlah dengan kembali ke Pancasila maka Tuhan Yang Maha Esa akan membukakan jalan bangsa ini untuk datangnya pemimpin sejati berbudaya dan berjati diri Indonesia sejati khususnya dan nusantara umumnya yang bernilai dunia. Pancasila itu adalah
kristalisasi dari nila- nilai luhur universal dari suatu kepercayaan dan
keyakinan suatu ajaran kehidupan sebagai mana yang termakub di dalam ajaran suatu
agama baik agama Hindu, Bhuda, Kristen ( Nasrani ), Islam, Konghucu dan lain –
lainnya. Ideologi pancasila bersumber
dari falsafah agama yang termuat dalam kitab - kitab suci agama – agama yang
ada di bumi nusantara indonesia ini. Coba kita hayati dan pahami dengan akal
pikiran yang terbuka untuk memaknai sila – sila dalam pancasila itu satu -
persatu.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai spiritual,
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan
penganut kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa untuk berkembang di Indonesia. Negara menjamin setiap warga negara berhak dan bebas untuk meyakini suatu keyakinan.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung nilai
kesamaan derajat maupun kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati,
keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong.
Sila Persatuan Indonesia dalam masyarakat Indonesia yang Pluralistik mengandung nilai persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang
merupakan faktor pengikat yang menjamin keutuhan nasional atas dasar Bhineka
Tunggal Ika.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusawaratan dan perwakilan menunjukan bahwa kedaulatan berada di
tangan para pemimpin rakyat, yang diwujudkan oleh persatuan nasional yang riil
dan wajar
Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai keadilan,
keseimbangan antara hak dan kewajiban, penghargaan terhadap hak orang, gotong
royong dalam suasana kekeluargaan, ringan tangan, dan kerja keras untuk
bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial yang aman
damai dan sejahtera.
Dalam sejarah perjalanan bangsa, tidak dapat dipungkiri bahwa
yang menjadi perekat dan pengikat kerukunan bangsa adalah nilai-nilai yang
tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu telah
menjadi kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan.
Kristalisasi nilai-nilai tersebut, tidak lain adalah sila-sila yang terkandung
dalam Pancasila. Pancasila telah membimbing kehidupan lahir batin yang makin
baik di dalam masyarakat Indonesia. Pancasila sebagaimana termaktub pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara. Di dalam Pancasila itulah tercantum kepribadian dan pandangan hidup bangsa yang telah diuji kebenaran
dan keampuhanya, sehingga tidak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila yang secara umum ditanggapi sebagai
ideologi dan falsafah kehidupan Bangsa Indonesia merupakan satu warisan dari murni para leluhur bangsa Indonesia. Isi Pancasila merupakan mata rantai kehidupan
Bangsa Indonesia melalui proses reinkarnasi wujud kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai kurun waktunya. Bangsa ini harus kembali ke ideologi yang
tepat, pasti, dan menyejahterakan sebagaimana tertuang dalam lima sila
Pancasila. Nilai-nilai itu ibarat wejangan atau nasihat ”kehidupan” yang
bernilai kekal bagi perjalanan hidup bangsa ini ke depan. Mengabaikan nilai - nilai Pancasila sama dengan mengantar bangsa ini ke jurang kehancuran dan perpecahan seperti yang kini tengah
dialami. Bobot Pancasila
menjadi jelas jika memperhatikan alasan Pancasila dirumuskan. Pancasila tidak
sekadar etika hidup bangsa, tetapi juga pemecahan dari sebuah masalah serius, yaitu
mulai menguaknya permasalahan, perdebatam hingga kerusuhan dengan kekerasan
menyangkut sendi-sendi kehidupan masyarakat bangsa ini dengan mengatas namakan
‘ SARA “ sehingga mencabik-cabik kesatuan dan persatuan sebagai landasan titik
awal untuk mengangkat derajat serta martabat bangsa ini. Pancasila adalah
kekayaan ideologi bangsa yang tak ternilai harganya. Ia merupakan kristalisasi
nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa Nusantara. Namun, Pancasila sedang
terkulai, seakan ditinggalkan begitu saja oleh anak bangsa: penguasa, politisi,
generasi muda, cendekiawan, akademisi, konglomerat, ekonom, dan kaum rohaniwan.
”Sila-sila dalam Pancasila tak hanya menjadi doktrin baku, tetapi harus direaktualisasikan kembali dalam kehidupan konkret ini. Fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan
refleksi kehidupan dalam kebinekaan harus terus dikembangkan, Pancasila
jangan dipahami sebagai ideologi mati yang tidak bermakna bagi bangsa, tetapi
memiliki ruh spirit yang mencerahkan. ”Pancasila sudah jatuh dalam pola indoktrinasi
melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan menjadi perbincangan
teoretis abstrak dan pelik. Karena itu, Pancasila perlu didekati dari sisi
estetika saat negara kehilangan arah, dicabik-cabik kekerasan atas nama Suku,
Ras dan agama,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar