Selasa, 26 November 2013

MATINYA NILAI - NILAI LUHUR BANGSA

Budaya Nusantara  ( Indonesia ) pelan tapi pasti mulai sirna. Gotong royong sudah jauh dari pikiran kita. Sapa dan senyum sudah demikian asemnya. Saling asah, asih dan asuh sudah sirna dalam kehidupan kita. saling kunjung dan silahturahmi entah kemana perginya. Memang masih ada yang melakukan hal-hal indah tersebut tetapi rata-rata mereka adalah orang-orang tua. Mereka memang sulit membuang budaya dan ajaran indah tersebut karena memang sudah mengalir dalam merah darahnya. Tetapi bagaimana dengan generasi muda sekarang ini.
Generasi muda sudah demikian matrialistis penuh keduniaan. Harta dan pangkat sudah menjadi target hidup. Ketidak perdulian antar sesama dan lingkungan sudah hilang dari pikiran mereka. Bukan hanya di kota besar, bukan hanya di provinsi tetapi sudah meluas sampai ke desa-desa di pelosok negeri. Teknologi media telah membuat cair dan gencarnya penyerapan nilai-nilai dari luar tersebut. Setiap hari mereka disuguhi oleh pentingnya harta dan berharganya popularitas, mereka tidak sanggup tetapi mereka anak muda ini memaksa untuk sanggup hidup dalam gaya dan nilai dari luar tersebut. Cukup cepat budaya dan jati diri bangsa ini hilang dalam sekejap mata. Bukan hal yang mudah untuk mengembalikan ke posisi dan arah perjuangan ini.
Lambat atau cepat. Sedikit atau banyak. Kita tetap harus bersyukur bahwa sekarang ini sudah mulai timbul diskusi tentang pentingnya kembali kepada Pancasila. Mudah-mudahan ini pertanda baik bagi bangsa ini. Bukannya kita akan mengkultuskan Pancasila. Bukan juga kita akan menjadikan Pancasila sebagai agama atau kitab suci. Pancasila bukanlah agama. Namun hanya pancasila saja yang sesungguhnya dapat menjembatani semua perbedaan cara pandang dan pemahaman akan fungsi suatu agama adalah untuk mengatur semua aspek kehidupan baik sosial, budaya bahkan bernegara. Sehingga terciptanya kehidupan yang damai sentosa/ damai sejahtera, didunia menjadi seperti di surga. Pancasila adalah kristalisasi budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Pancasila adalah nilai-nilai luhur bangsa ini. Sebelum kedatangan agama – agama itu, pancasila sudah eksis terlebih dahulu dalam mengatur hidup dan kehidupan sosial, budaya dan bernegara bangsa nusantara ini dan itu terbukti dengan jayanya nusantara dibawah kekuasaan kerajaan/ Negara Sriwijaya, Majapahit.
Kita harus prihatin pada kondisi saat ini dimana timbulnya kegaduhan di bangsa ini yang tidak jauh – jauh dari permasalahan “ SARA “. Oleh karena itu, bagi kita yang masih sadar tentang Pancasila harus terus bahu membahu berjuang menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan azas bangsa di bumi pertiwi ini. Bagaimana mungkin kita menyepelekan Pancasila sementara banyak negara lain yang memuji Pancasila sebagai nilai luhur peradaban didunia ini. Didalam Pancasila termuat pentingnya Agama, perlunya HAM, perlunya kebebasan, keadilan, pemerataan pembangunan dan sebagainya. Tetapi semua tetap berbasis pada asasi manusia itu sendiri, yaitu makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri dan memenuhi kepentingan dirinya sendiri. Manusia harus saling membantu dan hidup berdampingan dalam damai dan sejahtera penuh keadilan. Manusia tidak boleh menjajah manusia lain. Kembali lagi kita harus bersyukur sudah ada gerakan untuk menerapkan dan memakai Pancasila sebagaimana seharusnya. Kita semua harus mendukung ini. Harus dengan cara sosial kemanusiaan. Yakinlah dengan kembali ke Pancasila maka Tuhan Yang Maha Esa akan membukakan jalan bangsa ini untuk datangnya pemimpin sejati berbudaya dan berjati diri Indonesia sejati khususnya dan nusantara umumnya yang bernilai dunia. Pancasila itu adalah kristalisasi dari nila- nilai luhur universal dari suatu kepercayaan dan keyakinan suatu ajaran kehidupan sebagai mana yang termakub di dalam ajaran suatu agama baik agama Hindu, Bhuda, Kristen ( Nasrani ), Islam, Konghucu dan lain – lainnya. Ideologi  pancasila bersumber dari falsafah agama yang termuat dalam kitab - kitab suci agama – agama yang ada di bumi nusantara indonesia ini. Coba kita hayati dan pahami dengan akal pikiran yang terbuka untuk memaknai sila – sila dalam pancasila itu satu - persatu.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai spiritual, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa untuk berkembang di Indonesia. Negara menjamin setiap warga negara berhak dan bebas untuk meyakini suatu keyakinan.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung nilai kesamaan derajat maupun kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong.
Sila Persatuan Indonesia dalam masyarakat Indonesia yang Pluralistik mengandung nilai persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang merupakan faktor pengikat yang menjamin keutuhan nasional atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusawaratan dan perwakilan menunjukan bahwa kedaulatan berada di tangan para pemimpin rakyat, yang diwujudkan oleh persatuan nasional yang riil dan wajar
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban, penghargaan terhadap hak orang, gotong royong dalam suasana kekeluargaan, ringan tangan, dan kerja keras untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial yang aman damai dan sejahtera.
Dalam sejarah perjalanan bangsa, tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi perekat dan pengikat kerukunan bangsa adalah nilai-nilai yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu telah menjadi kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan. Kristalisasi nilai-nilai tersebut, tidak lain adalah sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila telah membimbing kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat Indonesia. Pancasila sebagaimana termaktub pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara. Di dalam Pancasila itulah tercantum kepribadian dan pandangan hidup bangsa yang telah diuji kebenaran dan keampuhanya, sehingga tidak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila yang secara umum ditanggapi sebagai ideologi dan falsafah kehidupan Bangsa Indonesia merupakan satu warisan dari murni para leluhur bangsa Indonesia. Isi Pancasila merupakan mata rantai kehidupan Bangsa Indonesia melalui proses reinkarnasi wujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai kurun waktunya. Bangsa ini harus kembali ke ideologi yang tepat, pasti, dan menyejahterakan sebagaimana tertuang dalam lima sila Pancasila. Nilai-nilai itu ibarat wejangan atau nasihat ”kehidupan” yang bernilai kekal bagi perjalanan hidup bangsa ini ke depan. Mengabaikan nilai - nilai Pancasila sama dengan mengantar bangsa ini ke jurang kehancuran dan perpecahan seperti yang kini tengah dialami. Bobot Pancasila menjadi jelas jika memperhatikan alasan Pancasila dirumuskan. Pancasila tidak sekadar etika hidup bangsa, tetapi juga pemecahan dari sebuah masalah serius, yaitu mulai menguaknya permasalahan, perdebatam hingga kerusuhan dengan kekerasan menyangkut sendi-sendi kehidupan masyarakat bangsa ini dengan mengatas namakan ‘ SARA “ sehingga mencabik-cabik kesatuan dan persatuan sebagai landasan titik awal untuk mengangkat derajat serta martabat bangsa ini. Pancasila adalah kekayaan ideologi bangsa yang tak ternilai harganya. Ia merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa Nusantara. Namun, Pancasila sedang terkulai, seakan ditinggalkan begitu saja oleh anak bangsa: penguasa, politisi, generasi muda, cendekiawan, akademisi, konglomerat, ekonom, dan kaum rohaniwan. ”Sila-sila dalam Pancasila tak hanya menjadi doktrin baku, tetapi harus direaktualisasikan kembali dalam kehidupan konkret ini. Fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan refleksi kehidupan dalam kebinekaan harus terus dikembangkan,  Pancasila jangan dipahami sebagai ideologi mati yang tidak bermakna bagi bangsa, tetapi memiliki ruh spirit yang mencerahkan. ”Pancasila sudah jatuh dalam pola indoktrinasi melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan menjadi perbincangan teoretis abstrak dan pelik. Karena itu, Pancasila perlu didekati dari sisi estetika saat negara kehilangan arah, dicabik-cabik kekerasan atas nama Suku, Ras dan agama,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar